Pengertian perkembangan
Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah suatu perubahan ke arah yang
lebih maju, lebih dewasa. Secara garis besarnya perkembangan adalah suatu
proses, dalam perkembangan terdapat beberapa aliran yaitu:
1.
Aliran asosiasi
Para ahli yang mengikuti aliran asosiasi berpendapat
bahwa hakikatnya perkembangan itu adalah proses asosiasi. Salah satu tokoh yang
terkenal adalah John Locke. Locke
berpendapat bahwa pada permukaan jiwa
anak adalah bersih semisal selembar kertas putih, yang kemudian sedikit demi
sedikit terisi oleh pengalaman atau empiri. Dalam hal ini Locke membedakan
adanya dua macam pengalaman yaitu:
a.
Pengalaman luar yaitu pengalaman yang diperoleh dengan melalui panca indra,
yang menimbulkan sensasi.
b.
Pengalaman dalam yaitu pengalaman yang mengenai keadaan dan kegiatan batin
sendiri, yang menimbulkan ”reflexion”.
2.
Aliran psikologi Gestalt
Bagi para ahli yang mengikuti aliran Gestalt
perkembangan adalah proses differensiasi. Dalam proses differensiasi itu yang
primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagiannya adalah sekunder, keseluruhan ada lebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya. Kalau
kita ketemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita saksikan
terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus,atau
dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai
keseluruhan,sebagai gestalt; baru kemudian menyusul kita saksikan adanya
hal-hal khusus tertentu seperti misalnya baju yang baru, vulpen yang bagus,
dahi yang terluka, dan sebagainya.
3. Aliran sosiologis
Aliran ini menganggap bahwa perkembangan adalah proses sosialisasi . James Mark Badwin menerangkan perkembangan sebagai proses sosialisasi dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi. Adaptasi dan seleksi berlangsung atas dasar hukum efek (law off effect) tingkah laku pribadi diterangkan sebagai imitasi.kebiasaan adalah imitasi terhadap diri sendiri, sedangkan adaptasi adalah peniruan terhadap orang lain. Baldwin berpendapat, bahwa ada dua macam peniruan yaitu:
a. Nondeliberate imitation
Misalnya anak anak-anak meniru gerakan-gerakan,
sikap orang dewasa.
b. Deliberate imitation
Misalnya anak-anak
berrmain “peranan sosial” yaitu misalnya menjadi ibu, penjual kacang, menjadi
kondektur menjadi penumpang kereta api, dan sebagainya. Proses peniruan ini
terjadi pada tiga taraf, yaitu:
1. Taraf yang pertama yaang disebut taraf proyektif
(projective stage); pada taraf ini anak mendapatkan kesan mengenai model
(objek) yang ditiru.
2. Taraf yang
kedua disebut taraf subyektif (subjective stage); pada taraf ini anak cenderung
untuk meniru gerak-gerakan, atau sikap model atau obyeknya.
3. Taraf ketiga disebut taraf eyektif (ejective stage); pada taraf ini anak telah menguasai hal yang ditirunya itu; dia dapat mengerti bagaimana orang merasa, berangan-angan, berpikir dan sebagainya.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
1. Nativisme
Aliran nativisme
berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir ( natus artinya lahir). Tokoh utama aliran ini adalah
Schopenhaur, pengikutnya Plato, Descartes, Lombroso dan lain-lain. Para ahli
mengikuti pendirian ini biasanya mempertahankan kebenaran konsepsi ini dengan
menunjukan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli
musik kemungkinan besar anaknya menjadi ahli musik.intinya
keistimewaan-istimewaan yang dimiliki orang tua juga dimiliki anaknya.
2. Empirisme
Para ahli yang
mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang langsung bertentangan
dengan pendapat aliran nativisme. Aliran Empirisme berpendapat bahwa
perkembangan itu semata-mata bergantung kepada faktor lingkungan, sedangkan
dasar tidak memainkan peranan sama sekali. Tokoh utama daripada aliran ini
adalah John Locke.
3. Konvergensi
Paham ini berpendapat,
bahwa didalam perkembangan individu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan
memainkan peranan penting. Bakat kemungkinan telah ada pada masing-masing
individu, tetapi bakat yang tersedia perlu menemukan lingkungan yang sesuai
supaya dapat berkembang. Misalnya anak sulung, anak bungsu, anak tunggal, anak
yang semua saudaranya berlainan jenis dengan dia sendiri, dan sebagainya, mereka
itu menunjukan sifat-sifat yang khas bukan karena keturunan tetapi kedudukan
mereka dalam struktur keluarga yang khas, yang menyebabkan adanya sikap yang
khas dari orang-orang tua mereka serta anggota-anggota keluarga yang lain yang
lebih dewasa.
Kemiripan yang ada
antara anak-anak dengan orang tua mereka tidaklah berakar pada dasar atau
keturunan, melainkan berakar pada lingkungan, yaitu peniruan dalam
perkembangannya anak menirukan orang-orang yang lebih dewasa dan pergaulannya
terutama dengan orang tuanya, maka yang dijadikan objek atau model peniruan
adalah orang tuanya.
Langeveld secara fenomenologis mencoba menemukan
hal-hal yang memungkinkan perkembngan anak menjadi dewasa, ada empat azas dalam
perkembangan yaitu:
a. Asas biologis
b. Asas ketidak-berdayaan
c. Asas keamanan
d. Asas Eksplorasi
Kenyataan pertama anak
adalah makhluk hidup, maka dia berkembang. Supaya perkembangan anak berlangsung
dalam rangka normal, maka keadaan
biologisnya harus normal. Anak yang keadaan biologisnya cacat akan menunjukan
kelainan-kelainan dalam perkembangan mereka. Terutama pada anak-anak yang masih
muda dipenuhinya secara normal
kebutuhan-kebutuhan biologis merupakan hal yang mutlak, anak yang kekurangan
makanan misalnya akan penyakitan, hal ini akan mengakibatkan lebih lambat
perkembangannya.
Kenyataan kedua bahwa pada waktu dilahirkan anak
manusia jauh sangat tidak berdaya jika kita bandingkan dengan anak hewan. Kalau
hewan hidup menggunakan instinkna karena
hal demikian secara hakikatnya diperlukan untuk menjamin keberadaan didunia
ini.
Kenyataan yang ketiga, karena ketidak-berdayannya
itu pemenuhannya kebutuhan biologis saja belumlah mencukupi bagi anak
manusia.anak yang telah terpenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya masih
membutuhkan yang lain, yaitu rasa aman, rasa terlindungi, yang diterimanya dari
pendidik. Inti dari perlindungan adalah kasih sayang dari orang tua. Kurangnya
kasih sayang dapat mengganggu perasaan. Perlu diingat, bahwa pemberian
perlindungan atau kasih sayang tidak boleh secara berlebihan akan berakibat si
anak selalu menggantungkan diri kepada pendidik dan tidak berani berdiri diatas
kedua kaki sendiri.
Kenyataan keempat, eksplorasi ( penjelajahan) dilakukan oleh si anak berbagai cara: mula fungsi-fungsi jasmaniah (mulut, tangan, kaki, dan sebagainya) setelah anak bertambah umurnya maka eksplorasi dilaksankan dengan fungsi-fungsi pancaindra ,kemudian fungsi-fungsi kejiwaan (angan-angan, fantasi, pikiran, dan sebagainya). Didalam eksplorasi anak berkembang kearah kedewasaan. Kewajiban pendidik (orang tua) untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan eksplorasi.
C. Perkembangan Psiko-Fisik Siswa
Sebagian ahli
menganggap perkembangan sebagai proses yang berbeda dari pertumbuhan.
Perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi
organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jaasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata
lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi
psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik. Perkembangan akan berlanjut
terus hingga manusia mengakhiri hayatnya. Sementara itu, pertumbuhan hanya
terjadi sampai manusia mencapai kematangan fisik (maturation). Artinya, orang
tak akan brtambah tinggi atau besar jika batas pertumbuhan tubuhnya telah
mencapai tingkat kematangan. Proses-proses perkembangan tersebut meliputi :
1. Perkembangan Motor (Fisik) Siswa
Perkembangan motor
(motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan
dangan perolehan aneka ragam perolehan keterampilan fisik anak (motor skills).
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang
lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Semburan perkembangan
(sprurt) terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun
hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian
jasmani seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahin berkembang tidak
seimbang (tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukan perkembangan yang
cukup berarti hingga bagian-bagian lainnya menjadi matang.
Menurut Gleitman (1987) ada dua bekal pokok yang
dibawa anak baru lahir sebagai dasar perkembangan, yaitu: 1) bekal kapasitas
motor (jasmani); dan 2) bekal kapasitas panca indera (sensori).
Mula-mula seorang anak yang baru lahir hanya
memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya.
Setelah berusia empat bulan, bayi itu sudah mulai mampu duduk dengan bantuan
sanggahan dan dapat pula meraih dan menggenggam benda-benda mainnya yang sering
hilang dai pandangannya. Kini ia telah memiliki apa yang disebut grasp reflex
(Kennedy, 1997) atau grasping Reflex (Reber, 1988) yakni gerakan otomatis untuk
menggenggam.
Respons otomatis yang juga dimiliki seorang bayi
sebagai bekal dan dasar perkembangannya ialah rooting reflex (Reber, 1988) yang
berarti refleks dukungan yakni gerakan kepala dan mulut yang otomatis. Dua
macam refleks diatas, grasp dan rooting merupakan kapasitas jasmani yang sampai
umur kurang lebih lima bulan belum memerlukan kendali ranah kognitif karena
sel-sel otaknya sendiri belum cukup matang untuk berfungsi sebagai alat
pengendali.
Bekal psikologi kedua yang dibawa anak dari rahim
ibunya ialah kapasitaas sensori. Berkat adanya bekal kapasitas sensori, bayi
dapat mendengar dengan baik bahkan mampu membedakan antara suara yang keras dan
kasar dengan suara lembut ibunya atau suara lembut wanita-wanita lainnya.
Disamping itu bayi juga dapat melihat sampai batas jarak empat kaki atau
kira-kira satu seperempat meter, tetapi belum mampu memusatkan pandanganya pada barang-barang
yang ia lihat. Namun, kemampuan membedakan warna (walaupun belum mampu menyebut
jenis nama jenis warna), dan mengikuti gerakan benda-benda sudah mulai tampak.
Selanjutnya, kecuali dua macam bekal bawaan anak
seperti diatas, ada empat faktor yang mendorong perkembangan motor skills anak
yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya,
yaitu :
Pertama, pertumbuhhan dan perkembangan sistem syaraf
(nervous syistem). Sistem syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri
atas struktur jaringan serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di
central nervous system, yakni pusat sistem jaringan syaraf yang ada diotak
(Reber, 1988). Pertumbuhan syaraf dn perkembangan kemampuannya membuat
intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola
tingkah laku baru.
Kedua, pertumbuhan otot-otot. Otot-otot adalah
jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit
atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut (contractile unit). Di antara
fungsi pokoknya ialah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan
pembuluh yang mendistribusikan sari makanan (Reber, 1988).
Ketiga, perkembangan dan perubahan fungsi
kelenjar-kelenjar endokrin (endocrine glands). Kelenjar adalah alat tubuh yang
menghasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Selanjutnya,
kelenjar endokrin dalam tubuh yang
memproduksi hormon yang disalurkan keseruh bagian tubuh melalui aliran darah.
Lawan endokrin adalah eksokrin (exocrine) yang memiliki pembuluh tersendiri
untuk menyalurkan hasil sekresinya (proses pembuatan cairan atau getah) seperti
kelenjar ludah (Gleitman, 1987). Berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endokrin
seperti adrenal (kelenjar endokrin yang meliputi bagian atas ginjal dan
memproduksi bermacam-macam hormon termasuk hormon seks), dan kelenjar pituitary
(kelenjar dibagian bawah otak yang memproduksi dan mengatur berbagai hormon
termasuk hormon pengembang indunng telur dan sperma), juga menimbulkan
pola-pola baru tingkah laku anak ketika menginjak remaja. Perubahan fungsi
kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah
laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya.
Keempat, perubahan struktur jasmani. Semakin
meningkat usia anak akan semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta
proporsi (perbandingan baggaian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan
banyak berpengaruhh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills
anak. Kecepatan berlari, kecekatan bergerak, kecermatan menyalin pelajaran,
keindahan melukis dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses
penyempuranaan struktur jasmani siswa. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa
juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain karena perubahan
fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa tersebut.
Self-concept atau konsep-diri ialah totalitas sikap dan persepsi seseorang
terhadap dirinya sendiri.
2. Perkembangan Kognitif Siswa
Istilah cognitive
berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam
arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif
menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah ranah psikologis manusia
yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengelolaan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di
otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang
bertalian dengan ranah rasa.
Selanjutnya, berikut ini akan diuraikan
tahapan-tahapan perkembangan kognitif versi Piaget sebagaimana tersebut
berdaasarkan sumber-sumber dari Daehler & Bukatko (1985), Lazerson (1985),
dan Anderson (1990).
1. Sensory-motor schema (skema-sensori-motor) ialah
sebuah atau serangkaian perilaku terbukayang tersusun secara sistematis untuk
merespons lingkungan (barang, orang, keadaan, kejadian).
2. Cognitive schema (skema kognitif), ialah perilaku
terrtutup berupa tatanan langkah-langkah kognitif (operations)yang berfungsi
memahami apa yang tersirat atau menyimpulkan lingkungan yang direspons.
3. Object permanence (ketetapan benda) yakni
anggapan bahwa sebuah benda akan tetap ada walaupun sudah ditinggalkan atau
tidak dilihat lagi.
4. Assimilation (asimilasi), yakni proses aktif
dalam menggunakan skema untuk merespons lingkungan.
5. Accommodations (akomodasi), yakni penyesuaian
aplikasi skema yang cocok dengan lingkungan yang direspon.
6. Equilibrium (ekuilibrium), yakni keseimbangan antara skema yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil ketepatan akomodasi.
a. Tahap Sensori-motor (0-2 tahun)
Selama perkembangan
dalam periode sensori-motor yang berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2
tahun, intelijensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam
arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitif dan terkesan
tidak penting, inteligensi sensori-motor sesungguhnya merupakan inteligensi
dasar yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk tipe-tipe inteligensi
tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
Anak pada periode ini belajar bagaimana mengikuti
dunia kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa
memahami apa yang sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan
perbuatan seperti diatas.
Ketika seorang bayi berinteraksi dengan
lingkungannya, ia akan mengasimilasikan skema sensori-motor sedemikian rupa
dengan mengerahkan kemampuan akomodasi yang ia miliki hingga mencapai
ekuilibrum yang memuaskan kebutuhannya. Proses asimilasi dan akomodasi dalam
mencapai ekuilibrium seperti diatas selalu dilakukan bayi, baik ketika ia
hendak memenuhi dorongan lapar dan dahaganya maupun ketika bermain dengan
benda-benda mainan yang ada disekitarnya.
Dalam rentang usia antara 18 hingga 24 bulan,
kemampuan mengenal object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan
sistematis. Dalam rentang usia sehatun setengah hingga dua tahun itu,
benda-benda mainan dan orang-oranf yang biasa berada disekitarnya (seperti ibu
dan pengasuhnya) akan ia cari dengan sungguh-sungguh apabila ia memerlukannya.
b. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Periode perkembangan
kognitif pra-operasional terjadi dalam diri anak ketika berumur 2 sampai 7
tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan
sempurna mengenai object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki
kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda, walaupun benda tersebut sudah ia
tinggalkan atau sudah tak dilihat dan didengar lagi.
Perolehan kemampuan berupa kesadaran terhadap
eksistensi object permanence (ketetapan adanya benda) adalah hasil dari
munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut representation atau mental
repretation (gambaran mental). Secara singkat representasi adalah suatu yang
mewakili atau atau menjadi simbol atau wujud sesuatu yang lainnya. Representasi
mental merupakan bagian penting dari skema kognitif yang memungkinkan anak
berfikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah benda atau kejadian itu berada
diluar pandangan, atau jangkauan tangannya.
Representasi mental juga memungkinkan anak untuk
mengembangkan deferred-imitation (peniruan yang tertunda), yakni kapasitas
meniru perilaku orang lain yang sebelumnya pernah ia lihat untuk merespon
lingkungan. Perilaku-perilaku yang ditiru terutama perilaku-perilaku orang lain
(khususnya orang tua dan guru) yang pernah ia lihat ketika orang itu merespons
barang, oraang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau.
Dalam periode perkembangan praoperasional, disamping
diperolehnya kapasitas-kapasitas seperti diatas, yang juga penting ialah
diperolehnya kemampuan berbahasa.
c. Tahap Kongkret-Operasional (7-11 tahun)
Dalam periode
kongkret-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah
berfikir). Kemampuan langkah berfikir ini berfaedah bagi anak untuk
mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu kedalam sistem
pemikirannya sendiri.
Satuan langkah berfikir anak kelak akan menjadi
dasar terbentuknya intelejensi intuitif. Intelegensi menurut Piaget , bukan
sifat yang biasanya digambarkan dangan skor IQ itu. Intelejensi adalah proses,
yang dalam hal ini berupa tahapan langkah operasional tertentu yang mendasari
semua pemikiran dan pengetahuan manusia, disamping merupakan proses pembentukan
pemahaman.
Dalam intelejensi operasional anak yang sedang
berada pada tahap kongkrit-operasional terdapat sistem operasi kognitif yang
meliputi: 1) conservation; 2) addition of classes; 3) multiplication of class.
Conservation (konsevasi/pengekalan) adalah kemampuan
anak dalam memahami aspek-aspek komulatif materi, seperti volume dan jumlah.
Addition of classes (penambahan golongan benda)
yakni kemampuan ank dalam memahami cara mengombinasikan beberapa golongan benda
yang dianggap berkelas lebih rendah seperti mawar, melati, dan menghubungkannya
dengan golongan benda yang berkelas lebih tinggi, seperti bunga.
Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan
benda), yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara
mempertahankan dimensi-dimensi benda (seperti warna bunga dan tipe bunga) untuk
membentuk gabungan golongan benda (seperti mawar merah, mawar putih, dan
seterusnya).
d. Tahap Formal-Operasional (11-15 tahun)
Dalam tahap
perkembangan formal-operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak
maasa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan
pemikiran kongkret-operasional seperti yang sudah disinggung dalam uraian
sebelumnya.
Dalam perkembangan tahap akhir ini sorang remaja
telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak)
maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: 1) kapasitaas menggunakan
hipotesis; 2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapsitas
menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berfikir
hipotesis, yakni berfikir mengenai
sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar
yang relevan dengan lingkungan yang ia respons. Selanjutny, dengan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja akan mampu mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak, seperti ilmu agama (dalam hal ini
misalnya ilmu tauhid), ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstak lainnya dengan luas
dan lebih mendalam.
3. Perkembangan Sosial dan Moral Siswa
Pendidikan, ditinjau
dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyrakatan), adalah upaya penumbuh
kembangan sumber daya manusia melalui proses hubungan interpersonal (hubungan
antar pribadi) yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang terorganisasi,
dalam hal ini masyarakat pendidikan dan keluarga.
Perkembangan psikososial siswa, atau sebut saja
perkembangan sosial siswa, adalah proses perkembangan kepribadian siswa selaku
anggota maasyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangann ini
berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayatnya. Perkembangan sosial, menurut
Bruno (1987), merupakan proses pembentukan social-selft (pribadi dalam
masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.
Seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya,
proses perkembangan sosial dan moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses
belajar. Ini bermakna bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuan siswa
dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama,
moral tradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam
masyarakat siswa yang bersangkutan.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka mazhab (aliran pemikiran)yang berhubungan dengan perkembangan sosial. Diantara ragam mazhab, perkembangan sosial ini yang pling menonjol dan layak dijadikan rujukan ialah, 1) aliran teori coqnitive psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlbreg; 2) aliran teori social learning dengan tokoh utama Albert Bandura dan R.H. Walters.
a. Perkembangan Sosial dan Moral Versi Piaget dan
Kohlberg
Piaget dan Kohlberg
menekankan bahwa pemikiran moral seoranga anak, terutama ditentukan oleh
kematangan kapasitas kognitifnya. Sementara itu, lingkungan sosial merupakan
pemasok materi mentah yang akan diolah oleh ranah kognitif anak tersebut secara
aktif.
Ada dua macam metode yang diaplikasikan Piaget untuk
melakukan studi mengenai perkembangan moral anak dan remaja, yaitu:
1. Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang
bermain kelereng dan menanyainya mereka tentang aturan yang mereka ikuti.
2. Melakukan tes dengan menggunakan beberapa kisah
yang menceritakan perbuatan salah dan benar yang dilakukan anak-anak, lalu
meminta responden (yang terdiri atas anak dan remaja) untuk menilai kisah-kisah
tersebut berdasarkan pertimbangan moral mereka sendiri.
Berdasarkan data hasil studynya diatas, Piaget
menemukan dua tahap perkembangan moral anak dan remaja yang antara tahap
pertama dan kedua diselingi dengan masa transisi, yakni pada usia 7-10 tahun.
Alhasil, menurut Kohlberg perkembangan sosial dan
moral manusia itu terjadi dalam tiga tingkatan besar, yakni:
1. Tingkat moralitas prakonvensional, yaitu ketika
manusi menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan prayuwana (usia 4-10
tahun) yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisional.
2. Tingkat moralitas konvensional, yaitu ketika
manusia menjelangdan mulai memasuki fase perkembangan yuwana (usia 10-13 tahun)
yanga sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
3. Tingkat moralitas pascakonvesional, yaitu ketika
manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan prayuwana (usia 13 tahun
keatas) yang memandang moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi sosial.
b. Perkembangan Sosial dan Moral Versi Teori Belajar
Sosial
Teori belajar sosial
adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan
teori-teori belajar lainnya.salah satu seorang tokoh utama teori ini adalah
Albert Bandura, seorang psikolog pada Universitas Stanford Amerika Serikat.
Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura meliputi
proses belajar sosial dan moral. Menurut Bnadura seperti yang dikutip Baelow
(1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan
(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Pendekatan teori belajar sosial terhadap
perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning
(pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
Conditioning. Menurut prinsip-prinsip kondisioning,
prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya
sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya,
yakni dengan reward (ganjaran/memberi hadiah atau mengganjar) dan punishment
(hukuman/memberi hukuman).
Imitation. Prosedur lain yang juga penting dan
menjadi bagian yang integral dengan prosedur-prosedur belajar menurut teori
social learning, ialah proses imitasi atau peniruan. dalam hal ini orang tua
dan guru seyogianya memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh
yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi siswa.
Selanjutnya, untuk mempersingkat uraian mengenai
proses perkembangan sosial/moral siswa dan sekaligus membandingkan teori versi
pskologi kognitif dengan teori belajar sosial,
Posting Komentar untuk "Pengertian perkembangan"