Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah perkembangan Islam di Filipina


Sejarah perkembangan islam di filipina
Suku bangsa Moro adalah nama sebuah suku di filipina, suku Moro di mindanao adalah sebuah suku yang mendiami Filipina bagian selatan. Daerah tempat kelompok ini meliputi bagian selatan Mindanao, kepulauan Sulu, Palawan, Basilan, dan beberapa pulau yang ada di sekitar pulau pulau tersebut. Suku moro terkenal sebagai bangsa pelaut yang gigih dan mampu beradaptasi di berbagai tempat mereka berdiam, yang mayoritas mereka berdiam di Mindanao Filipina selatan.
Mindanao adalah pulau terbesar kedua di Filipina selatan selain pulau Luzon dan Visayas Mindanao adalah kawasan hunian bersejarah bagi mayoritas kaum Muslim atau suku Moro yang sebagian besar adalah dari etnis Marano dan Tasauq. Istilah Moro adalah sebutan bangsa penjajah spanyol yang saat itu mengusai kaum muslim di Mindanao. Pada masa dahulu mayoritas penduduk Mindanao dan pulau sekitarnya adalah muslim, beberapa peperangan telah terjadi untuk meraih kemerdekaan telah di tempuh oleh kaum muslim di pulau ini selama lima abad melawan para penguasa. Pasukan spanyol, Amerika, Jepang, dan saat ini sebagai kelompok minoritas di Filipina tetap berusaha memisahkan diri dari Filipina yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. 
Sampai saat ini, kaum muslim di Filipina yang berpenduduk besar hanya di kawasan otonomi ARMM, (The Autonomous Region in Muslim Mindanao).
Wilayah ARMM di bawah kemepimpinan Misuari mencakup Maguindanao, Lanao, Del Sur, Sulu, dan Tawi Tawi. ARMM di dirikan oleh pemerintah Filipina pada tahun 1989 sebagai daerah otonomi di Filipins Selatan. Pada saat itu penduduk muslim di wilayah Filipina selatan boleh menyatakan pilihannya untuk bergabung dalam wilayah otonomi Muslim, dan empat wilayah itulah yang menyatakan bergabung dengan daerah otonomi Islam. Namun demikian sebagian pejuang muslim merasa tidak puas dengan hanya menjadi daerah otonomi sehingga muncullah Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan kelompok Abu Sayyaf.
Kaum muslim di Filipina bergabung dengan kaum muslimin di negara lain secara umum di lakukan melalui ummat Islam Asia Tenggara yang lain. Hal itu karena kedekatan kultural bangsa Moro dan bangsa Melayu yang lain. Hal tersebut terbukti dengan adanya buku buku Agama DI Mindanao dan Sulu kebanyakan berbahasa Melayu yang di tulis dalam aksara Jawi karena pada dzaman dahulu belum banyak orang yang mampu membaca huruf Arab.
Pada tahyn 1946 Filipina mendapatkan kemerdekaan, kemudian pulau Mindanao dan Sulu di jadikan bagian dari Republik Filipina. Hal itu menyebabkan hubungan antara Muslim Filipina dan negara Timur Tengah yang berpenduduk mayoritas muslim semakin kuat. Dengan demikian, kaum muslim di Filipina Selatan tidak hanya berorientasi ke Asia Tenggara namun juga langsung ke dunia Islam di Timur Tengah. Gerakan kebangkitan Islam di Timur Tengah  untuk bebas dari penjajahan bangsa Barat ikut mempengaruhi ummat islam di Mindanao dan Sulu. Organisasi MILF ( Moro Islamic Liberation Front) juga di inspirasi oleh pemikiran Sayid Qutb dan Abul A’la Al Maududi. Hubungan yang kuat dengan kaum muslim yang lebih luas membawa manfaat bagi ummat Islam di Mindanao dan Sulu. Pada tahun tujuh puluhan, ketika media masa melaporkan pembantaian terhadap kaum Muslim, negara libya langsung bereaksi dan berinisiatif membawa kasus ini ke hadapan OKI (Organisasi Konferensi Islam).
Pada awalnya kaum muslim Filipina memilih jalan diplomasi untuk merebut kemerdekaan. Namun upaya tersebut belum menghasilkan sesuatu yang mengembirakan bagi kemajuan Muslim di Filipina sehingga mereka membentuk MNLF (Moro National Liberation Front) untuk mengorganisasi perjuangan bersenjata, tujuan awal berdirinya MNLF adalah untuk membentuk negara sendiri yang bebas dari pengaruh pemerintah pusat Filipina yang mayoritas beragama Khatolik. 
Seiring berjalannya waktu, pergerakan MNLF mengalami perubahan pada saat pemerintah Filipina memulai negoisasi dengan MNLF pada tahun 1975 yang mengasilkan tentang kesepakatan kerangka penyelesaian masalah di Filipina. 
Perjanjian ini di kenal dengan kesepakatan Tripoli yang di tanda tangani pada 23 Desember 1976 antara MNLF dengan pemerintahan Filipina. Perjanjian ini mengikat MNLF untuk menerima otonomi sebagai status bagi wilayah Filipina Selatan. Perjanjian itu menyulut perpecahan di kalangan internal MNLF, yang meyebabkan munculnya faksi baru yang bernama MILF pecahan dari MNLF. Isi perjanjian Tripoli adalah pembentukan pemerintahan otonomi di Filipina Selatan yang mencakup tiga belas provinsi, yaitu Basilan, Sulu, Tawi Tawi, Zamboanga del sur, Davao Sur, Cotabato, Utara, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao Norte, Lanao Sur, Davao Sur, Cotabote Selatan, dan Palawan. Kekuasaan otonomi penuh di berikan pada bidang pendidikan dan pengadilan, sedangkan bidang pertahanan dan politik luar negeri tetap menjadi wewenang pemerintahan pusat di Manila.

Posting Komentar untuk "Sejarah perkembangan Islam di Filipina"